Kepala BMKG Bagikan Cerita Hujan Ekstrem Jakarta di COP26 Glasgow

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati membagikan cerita hujan ekstrem di Jakarta dalam Konferensi Perubahan Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia. Dwikorita terlibat dalam konferensi yang digelar sejak 31 Oktober hingga 12 November nanti.

Dalam presentasinya pada 2 November, Dwikorita memaparkan upaya mitigasi terhadap dampak perubahan iklim pada hidrometeorologi ekstrem. Dwikorita menyebut upaya ini penting mengingat wilayah Indonesia berhadapan dengan kompleksitas meteorologi, iklim dan cuaca. Menurutnya, dinamika di Indonesia sangat dikontrol oleh wilayah di belahan dunia lain.

Dalam kasus hujan ekstrem yang menyebabkan banjir besar di Jakarta dan sekitarnya pada Januari 2020, Dwikorita menyebut faktor angin seruak dingin (cold surge) yang datang dari celah tekanan antara dataran tinggi Tibet dan Hong Kong. Massa udara basah itu mengarah langsung ke wilayah barat daya Indonesia.

“Dalam peristiwa tersebut, intensitas hujan di Jakarta mencapai 377 milimeter hanya dalam beberapa jam,” katanya seperti dikutip dari situsweb BMKG.

Dwikorita menyodorkan cerita kedua berupa kemunculan topan tropis yang semakin tinggi intensitasnya sepanjang lima tahun terakhir. Salah satu yang berdampak ke wilayah Indonesia, tepatnya di Nusa Tenggara Timur, yaitu Siklon Tropis Seroja. Peristiwa ini disebut Dwikorita berhubungan dengan peningkatan temperatur laut Indonesia yang saat itu mendekati 30 derajat Celsius.

“Normalnya adalah sekitar 26 derajat Celsius, dan siklon tropis ini berada di garis lintang 10 derajat, dimana biasanya siklon tropis tidak sanggup mencapai lintang tersebut,” tutur dia.

BMKG, Dwikorita mengatakan, melakukan mitigasi atas bencana-bencana hidrometeorologi seperti dua contoh di atas dengan meletakkan ribuan alat observasi berupa sensor, satelit, dan radar di seluruh Indonesia. Data yang dihasilkan alat observasi itu kemudian di analisis secara otomatis oleh kecedasan buatan.

“Lalu hasil prakiraan cuaca dan peringatan dini secara otomatis disebar melalui mekanisme digital,” kata dia.

Saat menjadi pembicara dalam talkshow Climate Coaching: Closing the Gap Between Theory and Action yang digelar 3 November, Dwikorita juga memaparkan pentingnya menyalurkan informasi ke masyarakat petani dan nelayan. Tujuannya, memampukan mereka menghadapi dampak perubahan iklim. BMKG, kata Dwikorita, melakukannya lewat program sekolah lapang iklim

Dalam konferensi perubahan iklim itu BMKG mengungkap kalau dinamika cuaca di Indonesia sangat dikontrol oleh wilayah di belahan dunia lain.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *